Kejati Sumut: Pengadaan Barang Pemerintah Wajib Gunakan Produk Dalam Negeri

Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut, Yos A Tarigan saat menjadi narasumber di acara Jaksa Menyapa (ob/dok.kejati sumut)

Opsiberita.com
-  Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara  Idianto, diwakili Koordinator Bidang Intelijen Yos A Tarigan menjadi narasumber di acara jaksa menyapa, membahas tentang penggunaan produk dalam negeri, Selasa (6/8/2024).

Jaksa menyapa yang disiarkan secara langsung di tiga radio tersebut diawali dengan mengulas seputa pengadaan barang/jasa pemerintah, yang mengatur kewajiban penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40 persen, yang juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018.

"Jaksa Agung telah menginstruksikan Kajati membentuk tim legal assistance. Tim tersebut bertujuan memastikan terpenuhinya kewajiban 40% penggunaan produk dalam negeri (PDN) dalam setiap pengadaan. Dalam hal ini, oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)," kata Yos.

Dijelaskannya, berdasarkan Inpres Nomor 2/2022 Tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, Dan Koperasi Dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia Pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,  diinstruksikan untuk menggunakan produk dalam negeri yang memiliki nilai TKDN paling sedikit 25 persen apabila terdapat produk dalam negeri dengan penjumlahan nilai TKDN dan nilai bobot manfaat perusahaan minimal 40 persen.

"Barang impor untuk belanja pemerintah masih diperbolehkan dengan syarat barang tersebut belum ada yang diproduksi di dalam negeri. Jika pun ada, jumlahnya terbatas," paparnya.

Menurut Yos,  pelaksanaan Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) ini diharapkan dapat membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia dalam mencintai dan menggunakan produk dalam negeri, memberdayakan industri dalam negeri, memperkuat struktur industri dalam negeri, serta mengoptimalkan produk dalam negeri pada pengadaan barang/jasa pemerintah, sehingga menjamin kemandirian dan stabilitas perekonomian nasional.

Lantas, apa sanksi hukumnya apabila dalam pengadaan barang/jasa penggunaan barang komponen dalam negeri hampir tidak ada?

Untuk hal ini, kata Yos ada  sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penutupan sementara, pencantuman dalam daftar hitam, pembekuaan izin usaha dan pencabutan izin usaha. Kemudian, sanksi finansial yakni berupa pengurangan pembayaran sebesar selisih antara TKDN penawaran dengan capaian TKDN pelaksanaan paling tinggi 15 persen dan pemberian sanksi dilakukan oleh panitia pengadaan.

"Dalam hal memilih pelaksana kegiatan, pokja harus jeli dalam melihat produk yang digunakan apakah benar produk dalam negeri atau impor. Jika terjadi seperti ini maka patut kita duga ini sudah ada niat melakukan kejahatan dan ini jelas masuk dalam ranah perbuatan pidana, perbuatan melawan hukum ada dan dipastikan hasil keruguan negeranya pasti besar," tandasnya.

Lewat program jaksa menyapa, kejaksaan memiliki peran dalam menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Oleh sebab itu, kata dia, terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No 2 tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan PDN dan Produk UMK dan Koperasi dalam rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan PBJP merupakan suatu terobosan besar karena tidak hanya menginstruksikan kepada satu atau dua institusi saja melainkan kepada seluruh K/L/PD termasuk lembaga non kementerian dan APH.(ob)

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Formulir Kontak