Opsiberita.com - Bupati Labuhanbatu nonaktif Erik Adtrada Ritonga, dituntut 6 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap pengamanan proyek di lingkungan Pemkab Labuhanbatu.
"Menuntut, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Erik Adtrada Ritonga oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun," kata jaksa penuntut umum (JPU) Tony Indra di dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (4/9/2023)
JPU menilai berdasarkan fakta persidangan perbuatan Erik telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap dari sejumlah kontraktor sebesar Rp4.985.000.000 miliar sebagaimana dakwaan alternatif kesatu.
Adapun dakwaan alternatif kesatu yang dimaksud, yaitu Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
JPU mengatakan, dari total uang penerimaan suap tersebut, Erik telah menerima uang sebesar Rp3.885.000.000 yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
"Uang sebesar Rp1.100.000.000 dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa Rudi Syahputra selaku mantan anggota DPRD Labuhanbatu dan uang sebesar Rp100 juta untuk biaya operasional Polres Labuhanbatu," jelasnya.
JPU menyebutkan, uang dari hasil perbuatan jahat yang dilakukan Erik dan Rudi tersebut tidak pernah dikembalikan kepada negara.
Selain itu, JPU juga menuntut Erik untuk membayar denda sebesar Rp300 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
"Membebankan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti (UP) Rp3.850.000.000 dikurangkan dengan uang yang (telah) dirampas untuk negara," ujar JPU.
Dengan ketentuan, lanjut JPU, apabila Erik tidak membayar UP paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi UP tersebut.
"Jika harta benda terdakwa juga tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 penjara," sebutnya.
JPU, juga menuntut supaya hak politik terhadap Erik untuk dipilih sebagak pejabat publik dicabut selama 3 tahun yang terhitung sejak selesai menjalani hukuman.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak politik (untuk dipilih sebagai pejabat publik) selama 3 tahun sejak selesai menjalani hukuman," lanjutnya.
Menurut JPU, hal-hal yang memberatkan, perbuatan Erik tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
"Hal-hal yang meringankan, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa bersikap sopan dan menghargai persidangan, dan terdakwa belum pernah dihukum," kata Tony.
Usai mendengarkan pembacaan tuntutan, selanjutnya Majelis Hakim yang diketuai As'ad Rahim menunda dan akan kembali melanjutkan persidangan pada Rabu (11/9/2024) dengan agenda pembacaan nota pembelaan dari terdakwa.(ob/adm)